Sewaktu menjalani masa remaja saya di Bekasi, saya lebih sering mencari masjid-masjid non-tradisional ketika solat jumat. Alasannya simpel, saya agak malas untuk mengikuti khutbah yang isinya terlalu dogmatis, tidak aktual dengan permasalahan umat, atau pun khutbah-khutbah yang dilakukan hanya untuk melengkapi solat jumat. Maka biasanya, setengah jam sebelum sholat, saya berjalan atau bersepeda kurang lebih satu kilometer menuju Masjid Alun-alun atau bahkan di Islamic Center. Itu pun kadang-kadang saya masih menemukan khutbah dengan corak serupa, membuat makmumnya tertidur pulas (termasuk saya).
Tertarik untuk membuat benang merah pengalaman isi sebuah khutbah yang menarik, poin-poin yang saya pribadi notifikasi di antaranya adalah:
Bahasa yang digunakan tidak banyak menggunakan bahasa arab
Sering saya menjumpai khatib yang sebentar-sebentar menggunakan bahasa arab dalam berdialog, padahal dia sedang tidak menukilkan ayat Qur’an. Entah apakah dia sedang mendemonstrasikan kemampuannya (wallahu’alam) atau untuk membiasakan pribadinya dengan bahasa arab. Satu hal yang pasti bagi saya, hal itu hanya akan membuat makmum tertidur. Yang makmum perlukan adalah suatu kajian centang perenang, semakin dia tidak mengerti arah pembicaraan khatib karna bahasanya, semakin cepat ngantuk akan menyergapnya.
Singkat, padat!
Saya langsung ilfeel jika mendapati jam 12.30 khatib belum juga menghabisi khutbah pertamanya. Pertama, pasti karena saya didera lapar (saya jarang makan sebelum solat) dan kedua, bagi saya it’s just too long. Terkecuali ketika ada force majeur yang mengajak kesadaran makmumnya (sholat goib, sholat jenazah), maka sebuah khutbah yang baik sebaiknya tidak melebihi setengah jam.
Actual but out of the box
Hal ini biasanya menjadi main point buat khatib untuk menarik perhatian makmumnya. Dan saya yakin ketika ada acara tahunan semacam tahun baru, haji, isra’ miraj, mayoritas khatib akan mengambil tema yang sama. Bagi saya pribadi, it’s predictable. Buat apa kita datang ke sebuah majlis yang kita sudah bisa menebak isi ceramahnya? Akan menarik jika seorang khatib membuat satu tema yang out of the box then di ujung khutbah pertama baru dikaitkan dengan acara-acara tersebut. For me, itu menunjukkan kecerdasan khatib.
Menyesuaikan dengan latar belakang makmum
Dua minggu lalu saya terpukau dengan isi khutbah jumat di gedung tempat saya bekerja. Ada beberapa hal yang saya liat mengapa mayoritas mata makmum tertuju kepadanya: pembawaannya yang tegas, kritis, dan sangat clear. Tapi poin keberhasilan utama sang khotib adalah beliau membahas topik `atas nama profesionalisme` untuk makmum yang notabene adalah karyawan PT.Telkom, Indosat, Delloite, Samsung dan masih banyak lainnya. Mengena? Jelas! Pembahasan tentang kebiasaan materialistik masyarakat Jakarta tentang pekerjaannya, saya pastikan menyentil banyak makmumnya. Alhasil, ketika sang khatib menyelesaikan khutbahnya, banyak makmum yang terseret pikirannya tentang pola kerja mereka selama ini.
Tidak self-sentris
Kadang saya suka kesal dengan penceramah yang talking about himself atau golongannya, ini sebenarnya ceramah atau kampanye sih? Dan saya yakin banyak makmum yang kesal kalau inti ceramah tidak bisa memenuhi ekspektasi mereka, mendapatkan pencerahan atau pemahaman baru untuk kehidupan mereka satu minggu ke depan. So bagi khatib yang menjadikan mimbar sebagai arena kampanye, ke laut aja.
Begitulah pengalaman saya mengikuti ratusan sholat jumat di berbagai kota yang pernah saya singgahi. Sangat subjektif kawan, maka kalau ada diskusi setelah membaca tulisan ini, saya akan sangat senang karenanya.
Hmmm..Ulasan yang menarik. Tapi yg saya ketahui bahwa khotbah jumat itu memang harus dipersingkat,sedangkan Bacaan Sholatnya dipanjangkan. Khatibnya dlm membawakan khotbah itu harus bersemangat, kalau perlu berkoar koar di atas mimbar. karena pada Intinya Khutbah Jumat itu mengingatkan Jamaah untuk kembali TAKWA. Yah..bs berfungsi sebagai "charging"lah sekali dalam seminggu. Ada jg yg pernah sy baca bahwa Khutbah baiknya yang nyinggung tentang ancaman/siksa neraka, biar jamaah betul2 tersadar, kembali diingatkan utk takwa setelah seminggu mungkin terlalu sibuk dan terlena dengan dunia.
Dan jujur sy lbh senang dgn materi2 seperti itu, apalagi Khatibnya sdh pake nunjuk2 dan ngancam2. Langsung nggak jadi tertidur.Hehe. Adapun ttg tema2 yg disesuaikan dgn isu2 yg lg hangat pd wkt itu, sy pikir bisa sy didapatkan di tempat2 lain. ;-)
@Acculk
Nah itu dia bro, untuk makmum semacam elo di hari-hari lain pun elo tetap concern dengan isu-isu yang menjadi kepentingan umat. Akan tetapi, lebih banyak makmum yang cuek aja thdp sekitarnya. Alhasil, hanya ketika solat jumat lah waktu yang tepat untuk menyentil mereka ;) *termasuk gw*
gw pernah tuh posting soal beginian juga....
http://i-ronn-ic.blogspot.com/2006/07/jumat-3580.html
gw belom pernah jum'atan, tapi buat gw khotbah yang paling enggak banget adalah yang mendiskreditkan agama lain dan menganggap muslim otomatis masuk surga
@e-no
ew mantab komen dari seorang akhwat :D. Yep, setuju. Kita cukup memegang surah Al Kafirun aja untuk berpendirian dalam beragama: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku"
@anterosinvain
That make the two of us hehe.. banyak yang sama kita, ron :D
@dodi gw akhwat ya? jadi malu hihihi ... ummm..... i saw another angle side of an idod *wink wink*