Mengenal Raditya Dika sejak di buku Kambing Jantan sampai Babi Ngesot, saya sudah memproyeksikan kalau buku pertamanya akan diangkat ke layar lebar suatu saat kelak. Simpel saja, buku-bukunya mendobrak genre buku di Indonesia saat itu dan ceritanya begitu dekat dengan keseharian yang banyak dialami oleh pembacanya. Ketika pada akhirnya itu mewujud ke dalam bentuk sebuah Kambing Jantan The Movie, saya angkat topi akan konsistensi keinginannya menghibur orang.
Mengawali film penceritaan silsilah celana dalam bokapnya yang diperankan Pong Hardjatmo, film ini cukup menjanjikan untuk bisa mengocok perut. Meski saya kurang setuju dengan casting Pong Hardjatmo yang kurang bisa menggambarkan harapan bokap Dika yang gokil dan selebor. Tapi oke lah...
Cerita kemudian berlanjut antara hahaha, hehehe, dan hiks hiks. Hahaha sangat terasa ketika konsep LDR yang akhirnya malah nyimpang ke Long Dick Reduction, hehehe ketika mengetahui alasan Dika memilih Universitas Adelaide, dan hiks hiks ketika salah satu jagoan karakter Dika di buku, Edgar, gagal total menghibur dengan buang air besar sembarangannya.
Film yang selayaknya komedi kemudian berubah menjadi mellow drama ketika peran Kebo terlalu banyak menghabiskan plot cerita. Adegan marah-marahan waktu ngeband, sesaat Dika akan pergi ke Australia, saat... saat... (selayaknya lagu putus-nyambung), sampai akhirnya adegan Dika memutuskan bahwa mereka berdua sudah tidak cocok. Secara drama Mas Rudi emang jagonya bikin scene-scene yang menyentuh seperti saat Kebo menyadari bahwa dalam 10-15 kata lagi Dika akan mutusin dia, dan saat ketika Dika tiba-tiba mutusin untuk terbang dari Australia ke Jakarta hanya untuk minta maaf. Tapi koq saya malah merasa adegan mellow tersebut dengan gemilang mengubah pertanyaan di benak banyak orang “apakah Dika lucu?” menjadi “yap, Dika gak lucu”. Oiya, satu catatan saya di sini adalah kenapa tokoh Cinta-nya Dian Sastro itu selalu nampak hadir di karakter cewek-cewek film abege sekarang ya? Nggak marahnya, merajuknya, ngambeknya saya masih liat Dian juga di karakter Kebo.
Dewa Penyelamat
Cerita di film ini kemudian diselamatkan dengan sukses oleh peran Harianto yang diperankan oleh salah satu pengisi Extravaganza, Edric. Tampang ndeso yang baru menjejak di kota besar terasa menjadi penghibur yang setimpal ketika film berjalan monoton dua arah antara Kambing dan Kebo. Salah satu adegan paling gokil adalah ketika subuh-subuh Harianto ingin minta beras ke tempat dika sementara dika mesti ke airport. Menyelonong ikut dika di taksi sampai akhirnya tersadar dicuekin dika di bandara merupakan adegan paling alami yang membuat penonton tertawa.
Ada beberapa adegan filosofis yang dapat saya ambil dari cerita ini: ketika Dika nekenin kata “gak segampang itu” saat kebo minta Dika ujug-ujug datang di hari ulang tahunnya, filosofis gelap yang sejatinya kekurangan cahaya, dan tentu saja nilai pilihan hidup ketika dika mutusin untuk tidak nerusin kuliah di finance. Saya mengalami ketiga-ketiganya pengalaman tersebut sehingga saya bisa tau dalamnya pelajaran yang dipetik seorang Dika ketika mengalami ini semua.
Saat di awal akan menonton film ini, ada empat buah pertanyaan yang akan menentukan apakah saya akan menyukai film atau tidak:
- Seberapa gokil kah Dika secara visual (terjawab, dika nggak gokil)
- Gimana sih pacaran ala kambing dan kebo (terjawab, pacaran yang ajib)
- Sepolos apakah Harianto (terjawab, polos sangat)
- Ada adegan Di Balik Jendela kah (terjawab, perfect scene!)
Hingga akhirnya ketika film selesai, saya mempunyai kesimpulan bahwa jika yang dicari adalah cerita-cerita super gokil dika di bukunya, penonton akan kecewa. Tapi kalau penasaran dengan siapa sejatinya dika itu sendiri (di mata keluarga, sahabat, pacar, bule-bule), penonton akan cukup puas. Dan saya berada di pilihan terakhir (3 of 5 stars).
Rekam adegan:
Lucu : Harianto naek taksi
Filosofis : Di Balik Jendela
Garing: Edgard di semua scene, Ine yang lebay, dan momen belajar di Australia
Catatan terakhir lagu Di Balik Jendela, For What It’s Worth-nya Cardigans jadi salah satu playlist andalan gw sampai saat ini hehe...
Review yang bagus sekali bos! (lelouch)
Lengkap neh review nya :)
Reviewnya Lengkap. Hmm..kayaknya sy masih bertahan untuk tidak menontonnya di Bioskop. tp jika besok2 ada yg berbaik hati share copyanx,..................., hehehehe. (headspin)
hmm... nonton gak ya?
sampe skarang sih masi penasaran ma tokoh dikung versi pelem
tp gak lucu ya bang? padahal di buku lucu sangad... Agak heran juga, koq pelem ini sepertinya adem2 aja ya? kamsudnya di tipi pemberitaannya gak heboh2 amat...
padahal bukunya kan best seller
mudah2an wiken depan masi ada deh...
@Cak Dadan
Wah, mesti ngomong apa ya Cak *speechless* hehe.
Saya banyak belajar cara ngereview film salah satunya dari blog Cak Dadan juga sih, jadi ketika ada feedback seperti ini jadi semangat (ini review film pertama saya soalnya).
Matur nuwun sanget Cak (worship)
@Mba Maya
Hehe... masih belajar mba :)). Makasih udah mampir :D
@Acculk
Hehehe kalo saya melihatnya menyemangati sebagai sesama blogger sih bro. Bedanya dia udah go public aja.
@iLLa
Kalau iLLa ngikutin Dikung dari awal sampe akhirnya muncul di film, saya saranin sih nonton di bioskop. Hanya 20.000 kan? Nggak rugi koq nonton seorang blogger yang pada akhirnya bisa dibuat film.
Oh ya? Padahal yg bikin Indika loh La, mestinya deket sama orang-orang tipi itu :D
This comment has been removed by the author.
This comment has been removed by the author.
wah, suka ama radit ya, bang? lengkap euy review nya, ga usah nonton lagi deh kalo gitu (lmao). si radit emg jadi kompor panas bagi para blogger u/ terus nulis di blog nya, menulis dg ke-apa ada-annya kita, tanpa harus jaim ato takut di judge mcm2 bagi si pembaca. skr kan udah ada ichanx juga, waahh.. apa berikutnya bang dodi yah yg buku nya keluar, bukan kambing jantan, tapiiiiii.. kebo jantan.. (lmao).. bcanda bang :D keep blogging!! keep writing!!
hmmmmm... adegan yg bikin gue ketawa ikhlas pas harianto pingsan waktu mandiin jenazah
ALL
Dua komen di atas didelete semata-mata karna dua kali double post dengan isi yang sama dengan komen sebelumnya
bikpici
Radit penghibur yang mujarab buat saya kala itu. Iya, kalo perkenalan saya agak terbalik, kenal bukunya dulu baru ngecek blognya hehe.
Saya jadi kebo jantan? hahaha... Ide bagus, ntar saya sampein sama Om Hanung Bramantyo (pasti ditolak jadi saya mesti tangguhkan ide ini wakakak)
@Doita
Haha saya juga masukin adegan itu sebagai adegan paling konyol dari Harianto.. Beruntung film ini gunain Edric ya :D
BismiLLah...
hmmm, setelah baca dari awal sampe akhir "seandainya" bang dhodie ini tidak baca bukunya, mungkin pertanyaan yang akan ãñÐrî lontarkan adalah : "Berapa kali nonton pilemnya bang? ampe apal banget gitu, ck ck ckkk" hahahaaa...
Kalau ga salah ini dulunya ditulis di blog kan? trus dibukuin, trus dipilemin dehhh... (jadi pengen nonton ntar kalau badai udah berlalu)
sippplah, intinya mah seneng kalo ada film Indonesia yang patut diberi thumbs up.
nice post, ntar kalo ãñÐrî maen pilem diripyu gini juga yak (ga boleh protes), hohohooo
Wassalam...
hmmm...kok jadi ga pengen nonton yak
@Andri
Haha kebetulan secara isi film kan udah hafal karna baca bukunya. Jadi kemarin bikin tag-tag di note HP buat ngerangkai ceritanya.
(woot) kyaaa gw pasti udah jadi sutradaranya ndri, jadi udah gak maen ripyu2an lagi (gak boleh protes juga) :D
@EtHa
Kenapa nda? Jarang-jarang loh seorang blogger diangkat ke dalam sebuah film, yang bikin salah satu sutradara handal semacam Rudi Soedjarwo lagi.
At least, kita nyaksiin sendiri sih tHa, jadi gak hanya dengar sana sini aja (jadi saksi hidup itu menyenangkan koq hehe)
wekekeke.. sebuah kehormatan, blog jelek saya blog.cakdadan.com di singgahi oleh cak dhodie :D
Cak Dadan
Koq diroso gak cocok ya cak kalo saya dipanggil Cak (LOL), enakan panggil nama saja atau kang :D
Numpang masang link-nya Cak :D
siap kang dhodhie !